Saturday, January 10, 2015

jatuh cinta di umur 25

disclaimer: postingan ini akan sangat cheesy sekali.

bismillah.
satu alasan yang bikin saya nafsu menulis di blog biasanya karena barusan baca blog orang. tulisannya bagus, enak dibaca. bahasanya asik, ringan, tapi sarat makna. saya suka membaca blog-blog yang bercerita tentang daily life. lebih ringan aja, rasanya. saya jadi tau cerita kehidupan orang-orang di luar sana. how they manage their day, how they deal with bad day, and how they celebrate their big day. beberapa kisah sedih bikin saya merasa lebih bersyukur. beberapa kisah bahagia bikin saya percaya: kebahagiaan tiap orang beda-beda dosisnya, tergantung tingkat kesyukuran diri masing-masing.

saat ini, siang yang terik di bintaro, saya berkeinginan menulis sebuah postingan sederhana. katakanlah postingan yang ditulis dalam suasana hati yang sedang tidak bersahabat. PMS, kalo pengen tau. iyain aja ya, biar cepet. saya kepengen nulis karena saya stuck di materi Seminar Akun: PSAK 50, yang harus saya presentasikan di minggu depan. pelajaran akuntansi adalah mata kuliah yang paling tidak saya senangi. principle accounting, intermediate, advance, akuntansi manajemen, akuntansi pemerintahan, seminar akuntansi pemerintahan, teori akuntansi, akuntansi biaya. hell, i hate them all :(. sulit rasanya menjadi mahasiswa di sekolah tinggi akuntansi kalo kamu gak suka akuntansi. jadilah saya termasuk golongan minoritas, yang cuma suka mata kuliah tidak begitu penting (mungkin) seperti Budaya Nusantara. itulah mengapa, tugas-tugas akuntansi selalu bikin saya stres luar biasa. belum baca materinya aja udah stres bukan kepalang, apalagi pas baca materi. help me, God.

postingan ini akan agak menjijikkan, seperti yang udah saya tulis di awal. kenapa? saya sedikit ingin berbicara masalah hati. pret. udah, close tab aja kalo gak mau baca. hehe. bukan, saya bukan sedang jatuh hati, bukan pula sedang patah hati. saya sedang berada pada titik hati yang tidak merasakan apa-apa. pernah? rasanya tuh ya, biasa aja. liat orang mesra-mesraan ya biasa aja. liat orang yang baru putus kok pengen mengumpat "dih, alay bener. udah umur 25 juga.'. melihat orang yang sudah berkeluarga jadi biasa aja. melihat yang tiap hari update foto bayinya pun, sudah biasa aja. denger orang tua nanya 'kapan kawin' pun kayak denger jingle iklan Mastin: bosen tapi yaudahlah ya. semua hal ini kadang-kadang bikin ngeri, apakah saya sampai di titik hopeless, atau saya memang sedang berusaha percaya dengan rencana baik yang masih jadi rahasia Tuhan.

di umur 25, seorang wanita biasanya dicap harus sudah berumah tangga. teman-teman kampus saya lebih jago malah, beberapa ada yang anaknya udah dua. bukan kembar, emang udah dua kali melahirkan. bukan MBA, emang menikah muda. berada di sekeliling orang-orang yang hobinya kawin cepet emang agak jiper di awal. gileee, abis wisuda langsung ke KUA. yang pacaran semasa kuliah pokoknya rata-rata langsung akad nikah. prok prok prok. kedewasaan mereka jauh di atas saya. menikah bukan hal gampang, kan? menikah bukan cuma resepsi. kalo dulu saya pengen banget nikah karena 'ih mau ngapain lagi, udah PNS gini apalagi yang dicari?', sekarang jadi mikir beribu kali. menikah gak cuma hidup bareng lelaki yang kita cintai, tapi harus tegar berurusan dengen masalah-masalah yang sepanjang hari nempel di kita. sebut aja masalah rumah yang harganya makin mahal tak tau diri. belum lagi untuk teman-teman satu kampus, masalah membeli rumah artinya menentukan di mana homebase mereka. penempatan berbeda instansi, berbeda pulau, bahkan berbeda zona waktu bikin sakit perut kalo dipikir-pikir. mau tinggal di mana? ikut suami nggak gampang lho kalo beda instansi. kalo suami penempatan di remote area, mending istri stay di tempat kerja asal aja yang lebih beradab soalnya kasian kalo hamil dan punya anak nanti. daerah asal suami dan istri juga berbeda, satu bisa di Jawa, satu bisa di Sulawesi sana. mau mendekat ke orang tua siapa? kapan waktu ketemu? apakah sebulan sekali, apakah dua bulan sekali, apakah hanya pas idul fitri? mahalnya biasa transportasi jadi pikiran lagi. sungguhlah, gaji dan tunjangan PNS jadi gak terasa kalau jaraknya sedemikian jauh. bingung lagi, mikir lagi, muter otak lagi. see? menikah gak cuma resepsi.

saya memberikan contoh di atas karena saya awalnya berkeinginan untuk menikah (kalau bisa) dengan teman sealumni. kenapa? karena saya merasa mereka keren. saya udah tau pasti latar belakang keluarganya. saya udah bisa menebak jalan pikirannya gimana. saya udah bisa tau kehidupan pekerjaan beserta gaji-gajinya. saya merasa 'paling aman' kalo menikah dengan golongan-golongan alumni kampus saya. tetapi makin kesini, ternyata preferensi saya berubah. saya jadi berat banget membayangkan kalo tempat kerja tidak satu kota, penghasilan cuma mengandalkan gaji bulanan, satu atap dengan orang yang berlatar belakang pekerjaan yang sama. saya takut mati bosan harus berhadapan dengan orang-orang seperti yang ada di kantor saya. saya takut tidak tambah pintar dan berkembang. saya pada akhirnya merasa teman-teman kampus saya udah gak keren lagi. mereka udah settle dengan ke-PNS-annya, sebagian kelihatan berhenti mengembangkan diri. mereka gak punya mimpi selain naik pangkat dan jadi pejabat. bagus sih, cuma... saya gak bisa melihat itu sebagai sesuatu yang saya kagumi lagi. (tapi bukan berarti saya gak mau kalo dilamar sama temen se-kampus ya. kalo hati udah memilih, insyaAllah yang lain bisa dikompromiin.)

makanya saya merasa jatuh cinta di umur 25 itu suliiiiitttt sekali. mungkin emang pada dasarnya saya gak gitu hobi jatuh cinta. sesekali aja biar gak sering patah hati. menjadi orang perfeksionis itu menyebalkan kadang-kadang, it's hard to deal with flaws. gampang gak sukanya dibanding suka. gampang ilfil. jahat kan? that's why saya susah punya pasangan. karena banyak nuntut mungkin ya. *sigh*

but, believe me, pria-pria yang pernah saya kencani bukanlah pria-pria yang 'waw, luar biasa'. mereka cuma pria biasa-biasa aja (yaa, sesuai lah sama saya, yang gak out of my league) yang mungkin pernah saya sukai dari awal pertemenan kami (jarang-jarang loh saya suka sama orang). saya gakbisa memaksa diri untuk menyukai orang yang dari awal aja udah gak bikin berdebar. saya gak suka melanjutkan obrolan dengan orang-orang yang gak bisa bikin saya mesem-mesem. gak bisa pokoknya. itulah mengapa kalian jarang ngeliat saya di-pdkt-in (padahal mah banyak). biasanya saya udah tegas nolak pas percobaan pertama, mungkin dengan waktu 1-2 hari pas pdkt dimulai, saya udah menjauh. saya gak bisa bikin orang merasa mereka punya kesempatan. lebih menyakitkan, bukan? mending saya tolak di awal. saya pun gak sanggup soalnya mau berbaik hati sama orang yang gak ada niat buat saya kasih hati.

ah. panjang bener tulisan ini.

intinya, saya lagi bingung kenapa semakin kesini, cinta-cintaan semakin complicated. urusan mencari jodoh jadi gak sesimpel waktu dulu: liat tampang dan sifatnya. kadang-kadang liat dompetnya. sekarang banyak banget pertimbangannya. kerja di mana? latar belakang keluarga? bertanggung jawab gak ya? mau punya anak gak ya? bakat selingkuh gak? semangat kerja? gajinya? masih suka kongkow-kongkow gak? prestasi kerja gimana? tinggal di mana? keluarganya tinggal di mana? nanti abis nikah mau tinggal di mana? keberatan gak kalo saya penggennya meliharkan cesar? keberatan gak kalo homebasenya ikut orang tua saya aja? gimana dia kalo marah? marah gak kalo saya gak cantik tanpa makeup? marah gak kalo saya bisanya cuma masak sarden? panik gak kalo diminta resepsi gede? rela gak kalo saya yang megang semua duit? dan terakhir: siap gak buat berkomitmen seumur hidup (gak, saya gak mau berharap bisa dicintai seumur hidup) sama saya?

baru setelah itu mempertimbangkan rupanya, selera musiknya, dan bisa main gitar apa gak. standar seperti masa remaja.

see? saya nuntutnya banyak banget kan? saya berani begitu karena sebenernya saya posesif dan overprotektif. dan saya sama sekali tidak keberatan untuk diperlakukan sama. semogaaaaa aja dikasih Tuhan jodoh yang baik. semoga dikasih jodoh di waktu yang tepat.


gimana? capek bacanya? ini pertama kali saya berani nulis tentang beginian loh. gak sedikit yang nanya: 'kamu tuh tipenya kayak apa sih?'. males aja jawabnya, paling cuma jawab: yang baik, mapan, tampan. saya males orang mengira standar saya ketinggian. padahal kan saya pengen nyari yang bener-bener pas, klik, cocok, yang saya gak berkeberatan untuk hidup bareng-bareng sampe nanti. yang semua kekurangannya bisa saya tolerir, yang bisa menerima saya apa adanya (yeay, klise).

jadi, jatuh cinta itu tiba-tiba apa gimana sih? jatuh cinta di umur 25 itu gimana sih caranya?

2 comments:

  1. sejujurnya aku gak tau postingan cheesy itu maksudnya apa
    aku suka cheese, terutama stik keju buatan istriku
    jadi aku beranggapan postingan ini akan enak dibaca lah ya

    dan ya sebenarnya permasalahannya sederhana emang
    pasangan kita itu kan sebenarnya gak jauh" dari kita sendiri

    paling gampangnya dari kawan sealumni aja deh
    orang" MBM nikahnya ya dengan sesama orang MBM (aku bukan orang MBM loh ya)
    mereka yang suka musik ya nikahnya dengan yang suka musik
    yang suka fotografi pacaran dengan yang suka fotografi (yang akhirnya nikah juga)

    kalo oyin mikirnya banyak ya aku rasa wajar
    semua perempuan juga mikirnya seperti itu kok
    ya pintar"nya lelakinya aja untuk mengakomodasi semua permintaan itu

    tapi ya ingat
    akan selalu ada yang dikorbankan
    opportunity cost

    pernikahan itu kan intinya menerima kekurangan masing" dan legowo terhadap keadaan yang ada
    tidak ada manusia yang sempurna kok
    yang sempurna itu ya yang mau menerima keadaan pasangannya dan berusaha sekuat tenaga untuk saling memperbaiki

    ReplyDelete
  2. Ah, cinta datang tiba-tiba, Yin. Umur berapapun. Suatu hari ini-itu yang kamu pertimbangkan itu akan lenyap, atau bahkan terpenuhi semua (mungkin kurang satu-dua sih).

    ReplyDelete